PP 72 Tahun 2016 Bertentangan Dengan UU BUMN

16-01-2017 / KOMISI VI

Wakil Ketua Komisi VI DPR RI Inas Nasrullah Zubir mempertanyakan terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 72 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2005 tentang Tata Cara Penyertaan dan Penatausahaan Modal Negara pada Badan Usaha Milik Negara dan Perseroan Terbatas. Menurutnya PP tersebut berbahaya karena BUMN bisa dialihkan ke perusahaan swasta atau asing. Ia juga menegaskan PP tersebut bertentangan dengan UU No 19 Tahun 2003 tentang BUMN.

 

“Dengan aturan tersebut bisa terjadi pemindahtanganan aset BUMN kepada Perseroan Terbatas, baik milik BUMN maupun swasta lainnya, bahkan asing dengan cara dijadikan penyertaan modal negara dalam suatu perusahaan," ujarnya dalam rilis yang diterima Parlementaria pada Sabtu, (14/01/2017).

 

Politisi Hanura ini memberikan contoh, perusahaan seperti Pertamina yang merupakan BUMN bisa saja dialihkan ke perusahaan asing dengan mekanisme penyertaan modal negara. "Contohnya, bisa saja suatu saat aset negara di Pertamina dijadikan penyertaan modal negara di PT Chevron Indonesia. Aturan ini sangat berbahaya. Karena aset negara bisa pindah ke perusahaan asing," tuturnya.

 

Penyertaan Modal Negara (PMN) tanpa mekanisme APBN, sambung Inas, berarti bisa juga negara memberikan suntikan modal ke perusahaan asing atau swasta lainnya. "Ini jelas menabrak UU nomor 19 tahun 2003 tentang BUMN," tegas Inas.

 

Sebagaimana diketahui, dalam Pasal 2A PP 72 tahun 2016 menuai banyak kontra. Pasalnya negara bisa melepaskan kepemilikannya di sebuah perusahaan tanpa melalui DPR. Berikut bunyi PP 72 tahun 2016 pasal 2A : (1) “Penyertaan Modal Negara yang berasal dari kekayaan negara berupa saham milik negara pada BUMN atau Perseroan Terbatas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf d kepada BUMN atau Perseroan Terbatas lain, dilakukan oleh Pemerintah Pusat tanpa melalui mekanisme Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.”

 

Dalam pasal 2A PP 72 tahun 2016 dinyatakan dengan jelas bahwa PMN yang berasal dari kekayaan negara berupa saham milik negara pada BUMN dilakukan oleh pemerintah pusat tanpa melalui mekanisme Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.

 

Terkait hal ini, Inas menjelaskan bahwa di dalam UU BUMN sudah dijabarkan bahwa yang namanya BUMN adalah seluruh atau sebagian sahamnya adalah milik negara. "Padahal UU No. 19 Tahun 2003 menyebutkan bahwa yang namanya BUMN adalah seluruh atau sebagian besar sahamnya milik negara," pungkas Inas. (hs), foto : runi/hr.

 

BERITA TERKAIT
Asep Wahyuwijaya Sepakat Perampingan BUMN Demi Bangun Iklim Bisnis Produktif
09-01-2025 / KOMISI VI
PARLEMENTARIA, Jakarta - Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir berencana akan melakukan rasionalisasi BUMN pada tahun 2025. Salah...
147 Aset Senilai Rp3,32 T Raib, Komisi VI Segera Panggil Pimpinan ID FOOD
09-01-2025 / KOMISI VI
PARLEMENTARIA, Jakarta - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengungkapkan raibnya 147 aset BUMN ID Food senilai Rp3,32 triliun. Menanggapi laporan tersebut,...
Herman Khaeron: Kebijakan Kenaikan PPN Difokuskan untuk Barang Mewah dan Pro-Rakyat
24-12-2024 / KOMISI VI
PARLEMENTARIA, Jakarta - Kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen akan mulai berlaku per 1 Januari 2025. Keputusan ini...
Herman Khaeron: Kebijakan PPN 12 Persen Harus Sejalan dengan Perlindungan Masyarakat Rentan
24-12-2024 / KOMISI VI
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi VI DPR RI Herman Khaeron menyoroti pentingnya keberimbangan dalam implementasi kebijakan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai...